Terbanglah Elang
Oleh : Jack Riyan, C.F.
Rintik-rintik hujan malam itu
terlalu lama membasahi bulu lembut sang elang, hingga merasuk kedalam kulit dan
daging sang elang yang rapuh. Entah apa yang dirasakannya. Hanya kegelapan,
kepedihan, kecemasan, ketidakpastian ia mencengkramkan kakinya pada ranting
yang tak ia ketahui setinggi apa ia berdiri kokoh. Sang elang mulai merasakan dingin
pada kulitnya, ternyata ia sadar bahwa malam semakin dingin dan bulu lembut yang
tebal itu tak dapat menahan hawa dingin setiap malam.
Ketika sang fajar mulai menampaknya
kilauan sinar pada sudut-sudut permukaan bumi nan indah ini. Sang Elang membuka
matanya dan melihat bahwa dunia malam yang hampuir saja membunuhnya tampak
indah hingga ia terperanga bahwa di sadari atau tidak ia telah berada pada
puncak bukit tertinggi di dunia. Sang Elang perlahan mengepakkan sayapnya, ia
terbang mengelilingi bukit. Melihat segenap keindahan yang tak tahu siapa dan
bagaimana semua ini diciptakan.
Ketika hendak mengililingi bukit
tersebuut, bertemulah ia dengan segerombolan Elang lainnya yang sejenis dengan dia.
Seketika ia menyapa dengan suara kerasnya dan menjawablah segerombolan Elang
itu dengan suara bising. Yaa.... suara bising itu dihasilkannya, hingga ia tak
mendengarkan secara pasti jawaban apa yang ia peroleh dari Para Elang itu.
Suatu ketika, ada mangsa yang ia
incar untuk mengisi perutnya. sebut saja sang Ular yang terlihat gemuk dan jika
dimakan sekali maka selama dua hari ia tak akan makan. Nanum, ketika hendak
menyambar mangsanya datanglah salah satu Elang dari segerombolan itu mendekat
kepada Sang Elang yang tengah mengincar mangsanya. Ia berbisik “tenanglah,
mangsa yang itu akan ku sambarkan untukmu, diamlah di sini jangan kawatir
dengan kelincahanku akan ku ambilkan khusus buat dirimu sebagai salam pertemuan”.
Sang Elangpun percaya dan
menyetujuinya. Akan tetapi apa yang terjadi? Mangsa yang didapatkannya tadi
dibawa kabur dan seraya mengucapkan “terima kasih kawan, sudah mengizinkanku
memangsa mangsamu”. Maka Sang Elang pun terdiam dan merenung, “ternyata aku
telah dibodohi”. Dan sang Elangpun hanya bisa tersenyum walau dibalik senyumnya
itu terbesit ketidakpercayaan dan tumbuhlah rasa kecemasan akan sebuah
keinginannya, kehendaknya, kebebasannya untuk memangsa sasaran yang telah
ditentukannya. Ia begitu kecewa dengan dirinya sendiri dan sekelilingnya.
Malampun tiba, perutnya kosong,
dinginnya malam mulai membuatnya merasa tak berdaya. Ia berfikir bahwa indahnya
tempat ini tak seindah realitanya. Ia mulai berfikir bahwa hidupnya harus
bebas. Sang Elang sadar ia mempunyai sayap yang kuat dan lebar. Dia sapat
terbang sejauh mungkin untuk mencapai kebahagiaannya. Tebanglah ia sejauh
mungkin.
Singkat cerita dari penjelajahan
sang Elang, di manapun ia bertengger dan bercengkrama dengan lingkungannya ia
selalu ditipu dan terus ditipu dengan segala macam tipu muslihat Elang lainhnya
dan populasi hewan yang sejenis denganya yaitu penerbang dan penjelajah alam
(Burung). Dari masalah mangsa, ketertarikan kepada sang Elang betina, tempat
bertengger dan lainnya.
Kletika malam hendak menampakkan
suasana yang berbeda, sang Elang merasakan sesuatu yang aneh, iyaa.... ia
merasakan sesuatu yang aneh, guncangan dahsyat di dalam pikiran dan hatinya. Kegelisahan,
kecemasan, ketidakpastian yang dahsyat ketimbang hari-hari biasanya. Di lain
sisi datanglah badai yang menerpa hutan dan se-isinya hingga tak satupun yang
selamat kecuali sang Elang. Malam itu menjadai kelam, malam itu menjadi sebuah
malam yang tak dapat ia lupakan. Seolah-olah alam semesta menolaknya, ada
sesuatu kekuatan dahsat yang membuatnya tak yakin akan keberadaannya.
Angin perlahan-lahan melintas dan
menghasilkan intonasi nada yang tak baisanya, ketika itu ia menghadapkan
wajahnya dengan mata yang berbinar-binar ke atas langit. Ia melihat setitik
cahaya dari atas sana entah dari mana asalanya. Ia putuskan untuk terbang dan
terbang sampai menuju cahaya itu. Apa yang terjadi? Semakin tinggi ia terbang
semakin redup cahaya itu. Dalam benaknya, “seperti sebuah keanehan yang tak
masuk akal”.
Terus dan terus ia terbang
mendekati cahaya itu dan booommm... gelap tak ada kehidupan, tak ada cahaya,
tak ada keindahan, tak ada ketidakindahan, tak ada sesuatu, tak ada kejahatan,
tak ada kebaikan, tak ada ke adaan dan tak ada aku sang Elang. Namun ia
merasakan kenyaman, kebahagiaan, ketentraman dan entah bagamaina ia menjelaskany,
hanya ia rasakan, terasa ia lebur di dalamnya.
Dan teriaklah elang itu
sekencang-kencangnya di dalam ketiadaan itu, booomm... terbangunlah ia dari
tidur lamanya. Ternyata itu hanyalah sebuah mimpi. Namun terasa nyata dan dan tak
dapat dijelaskan dengan sebuah kata maupun visual gambar. Lalu, ia memutuskan. Ia
harus terbang dan terus terbang mencari ketiadaan itu. Ia harus mencari
kebebasannya, keinginannya, kehendaknya untuk sebuah ketiadaan yang ada dalam
sebuah mimpi. Karena di situlah ia merasakan sesuatu yang tak dapat
dijelaskannya. Neraka (kejahatan dunia), kegelisahan, kecemasan, ketidapsatian
terasa ada semua ini harus di lewati untuk menuju sesuatu itu.
Terbanglah, mencarilah,
berkeliaranlah sang Elang hingga menemukan apa yang ada di dalam mimpinya itu. Tenang
dan terus terbang tanpa keraguan. Selamat terbang para Elang yang telah menjadi
neraka bagi diri sendiri dan elang lainnya. Mari terbang mencari kebebasan
sejati.
Komentar