EKSISTENSI PELAJAR MILENIAL YANG BERKREAKTIVITAS

Oleh : Jack Riyan, Cf


Perjalanan menuju sebuah kehidupan yang lebih baik adalah konsekuensi logis sebagai manusia yang hidup sadar akan eksistensinya. Merefleksikan sebuah fenomena kehidupan secara filosofis akan membawa diri kedalam ruang waktu meditatif yang mendalam. Setelah itu, manusia akan menyadari akan sebuah daya pada diri manusia untuk mengada atau bereksistensi. Secara teoritis Heidegger mengatakan bahwa manusia mengalami gerakan ganda yaitu Berfikir kalkulatif dan berfikir meditatif. Dari situlah prinsip kebudayan yang terus menerus berubah dari zaman Yunan Kuno; zaman kegelapan di barat sedang di timur mengalami sebuah kemajuan ilmu pengetahuan dan industri teknologi; Zaman Reinance; zaman modern di tandai dengan sebuah gerakan revolusi industri di barat; kemudian zaman postmodern yang terjadi sekarang yang ditandai dengan revolusi informasi digital.
Di era sekarang adalah era digital atau dengan istilah lain adalah era milenial. Manusia secara sadar maupun tidak sadar mereka telah mengalami kehidupan yang begitu sempit dan sangat luas, yaitu ada pepatah mengatakan dengan media online jarak yang jauh menjadi dekat dan yang dekat menjadi jauh. Dengan sebuah perubahan zaman ini pastilah ada sebuah manfaat positif maupun manfaat negatif. Secara filosofis Yasraf Amir Piling mengatakan bahwa media membawa kita pada sebuah kehidupan di ruang dan waktu virtual, yang mana ruang dan waktu tersebut sifatnya adalah sangat luas tak berhujung. Artinya bahwa di dalam sebuah media digital baik online maupun offline kebenaran sifatnya multiinterpretatif.
Salah satu keberadaan manusia yang patut di lihat adalah siswa. Karena siswa adalah bibit tumbuhan bangsa dan negara, mereka menempati posisi yang krusial, jika dari sejak dini mereka tidak peka terhadap kemajuan zaman maka bangsa ini kedepannya akan menjadi bangsa yang ketinggalan. Akan tetapi jika mau ditilik secara filosofis maka kita akan mendapati karakter siswa yang ada di era milenial ini. Yaitu pertama, Siswa gaptek adalah siswa yang dalam dia mengalami proses menjadi diri manusia telah ketinggalan zaman; kedua, Siswa apatis teknologi, adalah siswa yang tidak menyentuh sama sekali kemajuan teknologi tersebut dikarenakan ketakutan akan efek negatif dari kemanjuuan teknologi, ketiga, Siswa Konsumerisme teknologi adalah siswa yang sacara tidak sadar dia telah terbawa arus teknologi dan komunikasi tanpa ia sadari, biasanya siswa yang demikian dia akan mengikuti kemajuan teknologi seperti smartphone yang terus di update produknya. Namun, dia tidak dapat memanfaatklannya secara positif. Biasanya orang demikian dinamakan generasi selfis.
keempat, Siswa produktif teknoligi adalah siswa yang secara sadar bahwa dia memiliki akal dan hati yang berdiri sendiri, sedang dunia luar tidak dapat mengintervensi total akan dirinya. Siswa demikian dia akan memiliki sikap kritis, reflektif, moderat, kreaktif dan produktif. Dia akan sadar bahwa negatif atau positif dari sebuah efek yang ditimbulkan oleh kemajuan teknologi dan informasi itu semua tergantung pada diri siswa masing-masing, karena sejatinya manusia adalah makhluk yang berfikir dan bebas untuk bertindak secara intuitif dengan segala konsekuensi logis kosmis, begitulah ciri siswa yang bereksistensi. Banyak siswa yang berprestasi dengan teknologi ini, seperti siswa yang dapat mengakses informasi ebook kurikulum 2013, siswa yang banyak membaca artikel ilmiah dan dapat bersikap kritis terhadap artikel tersebut, siswa yang mendapatkan info lomba karya tulis maupun karya-karya lain yang mungkin dari pihak sekolah tidak menginfokannya, siswa yang menjual produk dan jasa lewat media online, dan siswa yang belajar kelompok lewat media sosial.



Jika digambarkan bagannya akan menjadi demikian :

Dari bagan di atas dapat dilihat betapa banyaknya kemungkinanan siswa yang mau menjadi lebih baik melalui sebuah media yang di namakan media digital baik online maupun offline. Utnuk kemungkinan buruknya alangkah lebih baik kita intropeksi ada diri sendiri saja, karena jika hanya sebatas membaca tanpa ada daya internalisasi layaknya gelas yang dituangkan air saja dan menerimanya. Adakalanya gelas harus membentuk diri lebih besar agar dapat menampung air yang lebih banyak, adakalanya gelas juga menjadi kemungkinan yang lain dia juga bisa menampungkan air pada gelas yang lain. dalam artian bahwa gelas sadar diri akan gelasnya bahwa dia bebas dapat menjadi kemunkinan-kemungkinan yang dia kehendaki.
Menjadi siswa yanng berkreaktif di era milenial sekarang ini menurut pengalaman tidaklah sulit, mengapa demikian? Karena google itu penulis ibaratkan memory realitas kedua dari realitas konkrit. Segala sesuatu apa yang dipirkan, dialami, hasil keraktivitas, metode, agama, politik, film, pengetahuan umum, pengetahuan khusus dan lain-lain hadir di dunia virtual itu. Jika siswa sudah pernah memikirkan apa kemampuannya setelah itu belajarlah dari google, karena tidak menutup kemungkinan indivudu yang bebas adalah dia yang menerima kebebasan di luar dirinya. Begitulah Muhammad Iqbal pernah berkata bahwa prinsip kebebasan individu ketika dia tidak merenggut kebebasan yang lainnya. Ketika dia dapat membaca kemungkinan-kemungkinan kebebasan yang dia miliki tanpa merenggut klebebasan individu yang lainnya maka disitulah dia bebas. Maka dengan begitu terjadilah relasi harmonis antara dirinya dengan ada di luar dirinya baik dunia real maupun dunia virtual.


Jadilah siswa dengan dirinya sendiri yang bebas dan berkreaktivitas
Sejatinya dia luas dari pada diluar dirinya
Menjadi diri dengan berbagai macam kemungkinan bebasnya
Sikap toleran terhadap diri yang lain yang patut dipegang
Bukan sikap apatis
Karena hal demikian akan menjadikan diri tidak bebas, merasa terkungkung dengan kebebasan yang lain atau keraktivitas yang lainnya
Masi sejak dini jangan sampai menyimpulkan apa yang dikatan jean paul sarte
Bahwa “orang lain adalah neraka bagi diriku”

Komentar