KONTEKSTUALISASI TRISULA MUHAMMADIYAH DI SEMATA



1. tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? 2. Itulah orang yang menghardik anak yatim, 3. dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. 4. Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, 5. (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap shalatnya, 6. Orang-orang yang berbuat riya’ 7. dan enggan (memberikan) bantuan.


Al-Qur’an Surat al-Ma’un : 1 -7 di atas menjadi landasan teologis gerakan Muhammadiyah. Kiai Ahmad Dahlan dalam sejarahnya telah mengulang-ulang kajian surat al-Ma’un tersebut, hingga suatu hari muridnya merasa bosan dan mempertanyakan mengapa kiai Dahlan mengulang-ngulang surat tersebut dan tidak segera pindah ke materi kajian berikutnya. Mendengar pertanyaan itu, Kiai Dahlan balik bertanya, “Apakah kalian sudah paham surat ini? Apakah kalian sudah mempraktekkannya?” Kiai Dahlan lantas meminta murid-muridnya untuk mencari orang paling miskin yang bisa ditemui di masyarakat, kemudian memandikan dan menyuapinya. Inilah kontekstualisasi pemaknaan awal dari teologi al-Ma’un.

Tindakan progresif Kiai Dahlan tidak hanya dalam satu ranah di atas. Namun pada generasi awal, Kiai Dahlan telah memfokuskan tiga ranah gerakan yang memiliki posisi signifikan pada perubahan kemajuan masyarakat Indonesia yang disebut trisula abad kesatu. Trisula Muhammadiyah abad kesatu ialah schooling (pendidikan) mendirikan sekolah-sekolah umum; Healing (pelayanan kesehatan) mendidikan PKU, klinik, rumah sakit; dan feeding (pelayanan sosial) mendirikan panti asuhan.





Inti dari tafsir progresif Kiai Dahlan pada makna teologi al-Ma’un tersebut adalah ibadah tidaklah hanya berurusan dengan ritual-ritual individual (vertikal: hubungan manusia dengan Tuhannya), melainkan ibadah sosial (horizontal: hubungan manusia dengan makhluknya) demi terciptanya tujuan Islam yang rahmatan lil ‘alamin dalam arti bermanfaat bagi alam semesta dan seisinya.

Melihat kontestasi globlalisasi, Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam acara Konsolidasi Nasional Muhammadiyah di kampus UNISA (Universitas Aisyiyah) Yogyakarta Hajriyanto sebagai ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah bidang Pemberdayaan Masyarakat, Lingkungan Hidup dan Zakat Infak dan Shadaqah menyatakan dengan optimis tanpa menghilangkan trisula abad kesatu, Muhammadiyah harus memiliki trisula terbaru abad kedua ini adalah Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC), Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM), dan Lembaga Amil Zakat Infak dan Shadaqah Muhammadiyah (Lazismu). (suaramuhammadiyah.id, 2016).

Melihat pergerakan Muhammadiyah secara umum sangat progresif, Bapak Dadang Suhandi, S.Ag. sebagai Ketua Umum Pimpinan Cabang Muhammadiyah Seputih Mataram menyatakan bahwa Pimpinan Cabang agar mengkontekstualisasikan dan memfokuskan diri pada trisula yang sesuai dengan kondisi sosio-kultur masyarakat Seputih Mataram secara khusus dan Lampung Tengah secara umunya yaitu pertama, Ekonomi dengan mendirikan koperasi dan tokoMu/warungMu; kedua, Pendidikan dengan mendidirikan SD Muhammadiyah 1 Seputih Mataram dan planing rumah tahfidz; dan ketiga, kesehatan dengan merencanakan pembangunan PKU dan klinik Muhaammadiyah. Hal ini juga bersinergis dengan hasil Rakerda Pimpinan Daerah Muhammadiyah Lampung Tengah 2018.


Joko Riyanto
Ketua Bidang Organisasi dan Kaderisasi
PC Pemuda Muhammadiyah Seputih Mataram

Komentar